Kamis, 05 Agustus 2010

Tradisi Bersyukur, Pesta Bakar Batu


Sungguh indah, dibingkai hutan belantara dan aliran sungai panjang. Meski sebagian besar belum terjamah sentuhan teknologi, namun ada kehidupan. Suku-suku pedalaman Papua merajut makna hidup kesehariannya di sini. Kaum adam masih mengenakan koteka, sedangkan kaum hawa berpakaian noken dan bertaskan moge.
Sebagian masih berpindah-pindah tempat, atau semi nomaden. Rumah mereka dibangun di atas pepohonan. Dibalik itu semua, suku-suku pedalaman ini menyimpan kekayaan tradisi dan budaya, yang khas dan unik.
Seperti suku-suku lainnya di Indonesia, suku-suku pedalaman Timika, di Papua Selatan, juga mempunyai tradisi bersyukur yang unik dan khas. Salah satunya adalah pesta bakar batu. Pesta ini berasal dari suku pegunungan. Uniknya, dalam proses memasak, makanan dimasak dengan batu, yang dipanaskan terlebih dulu. Pesta memasak ala tradisional ini dibagi dalam tiga tahap. Yakni persiapan, bakar babi, dan puncaknya saat makan bersama.
Persiapan diawali dengan masing-masing suku menyerahkan babi, sebagai persembahan. Peserta pesta yang lain berkumpul mengelilingi tempat acara, sambil menari-nari.


Lalu secara bergiliran, kepala suku memanah babi. Bila sekali panah babi langsung mati, pertanda acara akan sukses. Bila tak langsung mati, diyakini ada yang tak beres dengan acara tersebut. Di tempat lain, kaum ibu sibuk menyiapkan tempat pembakaran. Dibuatlah lubang setinggi lutut. Dasar lubang lalu dilapisi rumput-rumputan dan daun pisang. Sementara di tempat terpisah, batu-batu berukuran sedang, dibakar dengan kayu hingga panas.
Dengan menggunakan jepit kayu khusus, yang disebut apando, batu-batu panas itu disusun di atas daun-daunan. Diatas batu-batu panas inilah irisan-irisan daging babi dimasak, bersamaan dengan sayur-sayuran dan ubi. Diatasnya diletakkan lagi batu-batu panas. teratas, lapisan daun pisang ditaburi tanah, sebagai penahan agar uap panas dari batu tidak menguap. Proses memasak ini berlangsung hingga satu setengah jam.
Gundukan batu mulai dibongkar. Daging babi, ubi dan sayuran yang sudah matang itu siap dihidangkan. Tujuh suku, Kamoro - Amungme - Dani - Ekari, Mee - Damal - Nduga dan Moni, duduk secara berkelompok, mulai dari anak-anak sampai orang tua. Inilah acara makan bersama sebagai puncak acara pesta bakar batu. Semua hidangan disantap habis, tak ada yang tersisa.
Makna lain pesta bakar batu, sebagai ungkapan rasa saling mema`afkan diantara mereka. Pesta bakar batu yang awalnya hanyalah tradisi keluarga itu, kini memang telah merakyat, dikenal seluruh suku di tanah cendrawasih ini.(Idh)

sumber : www.indosiar.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar